Sunday 28 March 2021

Bab 31-38

 Tirukural

Tuntunan Bijak Dari Masa ke Masa
Alih Bahasa dan Tafsir: AS. KOBALEN, M.Phil.

Aram – Kebenaran (Bab 31-38)

Bab 31: Jauhkan Diri Dari Amarah

301

Orang yang mengendalikan kemarahannya terhadap orang lemah yang tidak berdaya adalah tipe orang yang mengendalikan diri dengan benar. Yang penting adalah apakah kemarahan ini dikendalikan atau tidak terhadap orang lain.

302

Kemarahan terhadap mereka yang lebih kuat daripada diri kita adalah berbahaya. Tidak ada bahaya yang lebih besar daripada kehilangan kendali terhadap orang yang lemah.

303

Bahaya besar mungkin disebabkan oleh kemarahan. Karena itu orang harus mengedalikan amarahnya terhadap siapa pun.

304

Mungkinkah ada musuh yang lebih besar daripada amarah yang bergejolak yang menghancurkan ketenangan dan kegembiraan.

305

Jika seseorang ingin menjaga dirinya, maka dia harus mengendalikan kemarahan. Kalau tidak, maka kemarahan itu akan menghancurkan dirinya.

306

Api amarah akan menghancurkan bukan saja orang yang terkena amarah itu tapi juga kerabatnya yang membimbingnya ke jalan yang benar.

307

Kehancuranlah bagi orang yang menganggap kemarahan sebagai salah satu sifat kekuasaanya, sama dengan tangan yang menghatam tanah.

308

Meskipun disiksa seolah-olah dibakar nyala api yang berkobar, jika mampu, ada baiknya jika orang dapat mengendalikan amarahnya.

309

Jika seseorang mampu mengendalikan rasa marah dalam pikiranrya, maka dia akan memperoleh semua yang ingin dimilikinya.

310

Mereka yang kehilangan kendali diri disamakan dengan orang mati. Mereka yang mengendalikan amarah disamakan dengan orang bijak yang mampu menghadapi kematian.

 

Bab 32: Tidak Berbuat Jahat

311

Menahan diri dari tindakan mencelakakan orang lain merupakan sikap sejati orang yang berhati baik, walaupun dengan mencelakakan orang lain orang itu mungkin mendapat keuntungan yang besar

312

Menahan diri dari mencelakakan orang lain sebagai balas dendam atas tindakan mencelakakan dirinya dengan rasa permusuhan merupakan aturan tingkah laku orang yang berhati mulia.

313

Cedera yang ditimbulkan bahkan terhadap orang yang memendam rasa permusuhan tanpa provokasi akan mendatangkan penderitaan yang tidak dapat dipulihkan.

314

Cara terbaik menghukum mereka yang mencelakakan anda adalah membuat mereka merasa malu dengan cara berbuat baik tampa pamrih pada mereka.

315

Apa gunanya pengetahuan seseorang jika dia tidak dapat menghayati penderitaan orang lain seperti penderitaan dirinya sendiri untuk menjauhkan penderitaan itu.

316

Orang harus menahan diri dari melakukan perbuatan yang menurut pengetahuan seseorang akan mencelakakan orang lain.

317

Menahan diri dari melakukan perbuatan buruk yang disengaja betapapun kecilnya bagi seseorang pada suatu saat merupakan kebijakan terbaik.

318

Bila seseorang telah mengalami kepedihan karena dicederai orang lain, bagaimana dia bisa menyebabkan kepedihan kepada orang lain.

319

Perbuatan buruk yang kita lakukan terhadap orang lain, dengan cepat akan mencelakakan kita sendiri.

320

Semua penderitaan merupakan hukuman yang diciptakan oleh penderitaan yang ditimbulkan ter­hadap orang lain. Mereka yang bebas dari kepedi­han akan menahan diri untuk tidak mence-lakakan orang lain.

 

Bab 33: Tidak Membunuh

321

Membunuh akan diikuti oleh perbuatan lain yang penuh dosa. Karena itu tidak membunuh merupakan kebaikan tertinggi.

322

Menikmati makanannya sendiri, apalagi menik­matinya dengan cara berbagi dengan orang lain, dan melindungi hidup orang lain dari kelaparan dianggap sebagai kebaikan tertinggi oleh orang bi­jak.

323

Tidak membunuh merupakan kebaikan yang tidak tertandingi menurut guru etika. Kebenaran menempati peringkat kedua sesudah tindakan yang menjauhi dari pembunuh.

324

Jalan yang benar menuju keselamatan diri adalah menjalani hidup dengan berbuat baik dan tidak membunuh makhluk hidup

325

Orang yang berhasil menjauh dari tindakan membunuh karena takut melakukan dosa pembunuhan adalah lebih besar daripada mereka yang meninggalkan duniawi karena takut ikatan lahir.

326

Dewa maut tidak akan mempersingkat kehidupan seseorang yang menjunjung tinggi larangan membunuh dalam hidupnya.

327

Anda tidak boleh merengut nyawa makhluk meskipun Anda sendiri akan kehilangan nyawa sendiri

328

Kendati harta benda yang berlimpa dan bahagiaan hidup yang kekal mungkin diperoleh dengan cara membunuh korban, orang bijak yang meninggalkan masalah duniawi akan memandang hina hasil yang diperoleh dengan cara tersebut

329

Mereka yang menghancurkan hidup akan dipandang rendah sebagai kemanusiaan oleh para suci yang menyadari buruknya karma perbuatan membunuh.

330

Mereka yang menderita penyakit yang menakutkan dan menjauhi kemiskinan dianggap oleh orang bijak sebagai mereka yang berdosa telah membunuh di masa lalu.

 

Bab 34: Ketidakabadian Hal-hal Duniawi

331

Menganggap sesuatu yang bergerak cepat sebagai hal yang tetap sama dengan kebodohan dan dipandang rendah oleh orang bijak.

332

Kekayaan yang datang pada seseorang dan kepergiannya disamakan dengan kerumunan orang yang menyaksikan drama dan bubarnya kerumunan itu.

333

Kekayaan itu bersifat sementara (singkat). Karena itu orang harus merebut peluang dalam berbuat kebaikan bila dia memperoleh peluang itu.

334

Hari yang mengukur waktu dapat dibandingkan dengan sebilah pedang yang hari demi hari memendekan umur manusia.

335

Sebelum rasa sakit maut mendekat dan sebelum orang kehilangan kemampuan untuk bertutur dan kehabisan nafas, maka orang itu harus bergegas dalam berbuat kebaikan

336

Sifat dunia adalah kesementaraan hidup. Kepergian seseorang pada hari ini padahal dia masih ada kemarin merupakan kejadian yang lazim.

337

Manusia tidak merasa pasti dalam menjalani hidup pada saat berikutnya. Namun ambisinya besar.

338

Kedekatan tubuh dan jiwa sama dengan dekatnya telur dengan calon anak ayam di dalamnya. Jiwa meninggalkan jasad sama seperti anak ayam meninggalkan kulit telur.

339

Mati dan lahir adalah bagaikan tidur dan bangun

340

Tampak bahwa jiwa yang sementara berlindung dalam jasad, yang cenderung terkena penyakit, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap.

 

Bab 35: Penolakan Duniawi

341

Seseorang tidak akan mengalami kemiskinan dari keinginan yang dilepaskannya dari ikatan dirinya.

342

Kesenangan yang timbul dari tindakan menjauhi kesenangan duniawi itu banyak. Karena itu jika seseorang ingin menikmati kesenagan ini maka dia harus menjauhi kesenagan duniawi pada saat yang tepat.

343

Orang yang ingin menyelamatkan hatinya harus menjauhi kesenangan indera, dan pada saat yang sama meninggalkan semua miliknya yang diperlukan untuk kesenangan itu.

344

Tidak memiliki harta benda duniawi akan mem­bantu seseorang dalam menjalani kehidupan ro­hani. Memiliki sesuatu cenderung menimbulkan ilusi dan mengakhiri pendirian seseorang untuk hidup sebagai rohaniawan

345

Kalau tubuh itu sendiri dianggap sebagai beban oleh mereka yang berupaya membebaskan diri dari kelahiran, bagaimana mereka dapat memiliki ikatan dunia yang lain.

346

Mereka yang menjauhi egoism (keakuan) akan mencapai kebahagian surgawi tertinggi yang jarang dicapai bahkan oleh para dewa.

347

Kemiskinan tidak akan melongarkan cengkramannya terhadap mereka yang dikuasai oleh keinginan oleh keinginan.

348

Hanya mereka yang sepenuhnya telah meninggalkan kehidupan duniawi saja yang dapat mencapai keselamatan. Yang lainnya akan terjebak dalam ilusi Samsara.

349

Baru sesudah seseorang meninggalkan keinginan yang ganda, maka dia dapat mengatasi hal kelahiran. Kalau tidak dia akan tunduk pada pergantian lahir dan mati yang disebabkan oleh keinginan.

350

Tempuhlah jalan keselamatan yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, yang meskipun bersifat ada di mana-mana, tetap terpisah, sehingga kamu dapat meninggalkan semua keinginan duniawi.

 

Bab 36: Pengetahuan tentang Kebenaran

351

Ilusilah yang membuat seseorang menanggapi hal-hal yang tidak realitas karena realitas menimbulkan kelahiran yang tidak luhur.

352

Mereka yang bebas dari ilusi dan telah mencapai pengetahuan yang tinggi akan dibebaskan dari kelahiran (penitisan).

353

Bagi mereka yang telah mendapatkan pengertian yang jelas yang bebas dari keraguan, maka kebahagiaan surgawi itu lebih dekat daripada kasenangan duniawi

354

Mereka yang belum mencapai pengertian sejati tidak akan mencapai apapun kendati mereka telah mengendalikan panca indrianya.

355

Mampu membedakan realitas penampilan, apapun bentuknya, adalah kebijaksanaan yang sesungguhnya Spiritualis murni.

356

Mereka yang telah menyadari kebenaran dalam kelahiran ini melalui ajaran yang diberikan oleh gurunya dengan baik dan benar, akan mengetahui bagaimana caranya mencegah menitis kembali ke dunia ini.

357

Dia yang menyadari kebenaran tampak ragu sedikitpun sesudah tuntas mendalami ajaran “guru”, tidak lagi merasa takut bahwa dirinya akan menitis kembali.

358

Bila ilusi yang menjadi penyebab utama penitisan jiwa itu lenyap, maka wujud kebenaran yang muncul adalah kebijaksanaan yang sesungguhnya

359

Kalau seseorang menyadari kehidupan yang merambah ke mana-mana dan menjalani hidup yang membebaskan diri maka dia akan bebas dari akibat tindakannya di masa lalu yang mungkin menghalangi upaya dalam menyadari kebenaran dan juga akan membuatnya kebal dari siksa oleh itu semua di masa yang akan datang.

360

Dengan lenyapnya rasa suka, rasa tidak suka dan kebodohan, barulah siksa yang timbul dari itu semua akan lenyap.

 

Bab 37: Pemusnahan Keinginan

361

Keinginan adalah benih bagi rantai kelahiran (titisan) abadi bagi semua makhluk sepanjang waktu.

362

Kalau ada satu hal yang harus diminta seseorang maka itu adalah kebebasan dari lahir kembali (minitis) dan ini dicapai dengan melenyapkan keinginan

363

Tidak ada kebahagiaan yang sama dengan hidup tanpa keinginan dalam dunia ini atau dalam dunia sesudahnya yang didambakan seseorang.

364

Keselamatan diri adalah keadaan sempurna yaitu kebebasan dari keinginan yang timbul dari cinta seseorang kepada kebenaran.

365

Hanya mereka yang bebas dari keinginan yang akan bebas dari titisan yang lain tidak akan demikian walaupun mereka kebal dari siksa tertentu.

366

Keinginan adalah keburukan yang menimbulkan tipu daya dan yang mengalihkan perhatian seseorang dari Mukthi. Karena itu ada baiknya jika seseorang menyadarinya dan melindungi dirinya dari hal ini.

367

Seandainya mungkin bagi seseorang untuk sepenuhnya melenyakan keinginan maka kehidupan pertapa yang diperlukan untuk membebaskan diri dari siksa kelahiran akan muncul sendirinya (dari dirinya).

368

Tidak ada kemiskinan kalau tidak ada keinginan. Kalau ada keinginan maka kemiskinan akan selalu datang lagi.

369

Kalau keinginan, yang merupakan siksa terbesar akan musnah maka tidak akan ada kebahagiaan abadi bahkan dalam dunia ini.

370

Kalau keinginan, yang tidak pernah puas dapat dilenyapkan maka orang akan mencapai keabadian dalam Mukthi.

 

Bab 38: Takdir

371

Dia yang ditakdirkan kaya adalah orang yang rajin. Kemiskinan akan mencapai akan menimpa orang yang malas.

372

Nasib buruk menumpulkan kecerdasan seseorang dan membuatnya kehilangan kekayaannya padahal bila dia memperoleh nasib baik, ini mempercepat kecerdasannya dan menambah kemakmuran.

373

Kendati seseorang mungkin memperoleh pngeta­huan yang dalam dengan belajar, kecenderungan yang ada dalam diri seseorang akan unggul (lebih berkuasa)

374

Menjadi kaya merupakan suatu hal, tapi mencapai kebijaksanaan merupakan hal lain lagi. Ini merupakan sifat ganda dalam dunia ini.

375

Melalui pengaruh nasib maka sarana yang baik dalam mendapatkan kekayaan mungkin menjadi bencana dan semua sarana yang buruk ternyata berguna.

376

Apa pun yang tidak ditakdirkan menjadi miliknya akan hilang, bagaimanapun keras upayanya dalam melindunginya atau betapapun dia mungkin men­coba menyelamatkannya, apa yang dimiliki tetap ada kalau dia ditakdirkan dia akan memilikinya.

377

Bahkan bagi mereka yang telah memperoleh kekayaan besar, menikmatinya mungkin tidak terwujud kecuali sebagaimana ditakdirkan oleh zat yang mengatur semua hal.

378

Orang miskin yang tidak memiliki apa-apa untuk dinikmati akan menjauhi kehidupan duniawi, kalau nasib tidak lagi menyiksanya.

379

Seseorang akan menerima dan menikmati hal-hal yang baik dalam dunia ini yang diberikan kepadanya; jika demikian mengapa dia harus merasa terganggu bila kemalangan menimpanya.

380

Apakah yang lebih kuat dari nasib? Nasib menghalangi setiap upaya yang digunakan (sebagai upaya terakhir) untuk menghindarinya.

 

Tirukkural:Halaman isi

No comments:

Post a Comment